Hibah Dalam Hukum Adat dan Hukum Perdata
BAB IPENDAHULUAN1.1 Latar
BelakangDalam kehidupan sehari – hari kita sering
dihadapkan pada dua kata yang hampir sama dalam hal pengertiannya yakni Hibah
dan Waris. Perlu diperhatikan bahwa antara keduanya memiliki definisi yang
berbeda. Hibah dalam hukum
perdata diatur dalam pasal Pasal 1666 KUHPerdata, Penghibahan
adalah suatu persetujuan, dengan mana seorang penghibah menyerahkan suatu
barang secara cuma-cuma, tanpa dapat menariknya kembali, untuk kepentingan
seseorang yang menerima penyerahan barang itu. Didalam masyarakat hukum adat,
hibah ini dilakukan sewaktu anak – anaknya sudah menikah dan diipisahkan
denngan membuatkan rumah, memberikan pekarangan untuk pertanian, ini harus
dibedakan dengan Weling (jawa) yang
bersifat semacam wasiat. Yaitu sebelum orang meninggal, maka ia mengadakan
ketetapan – ketetapan yang ditujukan kepada ahli warisnya atau istrinya.
Pertama, ia semasa hidupnya member petunjuk – petunjuk bagaimana harta bendanya
akan dibagi waris kalau ia meninggal. Jadi barang – barangnya itu belum dibagi
– bagikannya kepada ahli warisnya, melainkan masih dipegangnya, hanya kalau ia
meninggal maka pembagian harta peninggalannya harus dilakukan menurut petunjuk
– petunjuk tersebut.
Dalam perkembangannya hibah dan wasit ini
diatur dalam penjelasan yang terpisah masing – masing baik didalam hukum
nasional maupun hukum adat. Dalam makalah ini yang kami lebih perdalam
penjelasannya adalah hibah dalam hukum adat dan hukum perdata. Penjelasan
bagian – bagian sub topic dalam hibah akan dilaskan dalam Bab II. 1.2 Rumusan MasalahDari letar belakang diatas, adapun rumusan masalah yang kami
angkat adalah 1.2.1 Siapa
yang menjadi subyek persetujuan Hibah? 1.2.2 Benda
dan barang apa saja yang dapat dihibahkan? 1.2.3
Bagaimana proses pembatalan hibah? 1.2.4
Bagaimana proses mmelakukan hibah?1.3 Tujuan Penulisan 1.3.1 Untuk
mengetahui Siapa yang menjadi subyek persetujuan Hibah. 1.3.2 Untuk
mengetahui Benda dan barang apa saja yang dapat dihibahkan. 1.3.3 Untuk
mengetahui Bagaimana proses pembatalan hibah. 1.3.4 Untuk
mengetahui Bagaimana proses melakukan hibah.1.4 Manfaat Penulisan 1.4.1 Agar
dapat mengetahui Siapa yang menjadi subyek persetujuan Hibah.1.4.2 Agar dapat mengetahui Benda dan
barang apa saja yang dapat dihibahkan.1.4.3 Agar dapat mengetahui Bagaimana proses
pembatalan hibah.1.4.4 Agar dapat mengetahui mengetahui
Bagaimana proses melakukan hibah.1.5 Metode PenulisanAdapun metode penulisan yang kami gunakan adalah metode
kepustakaan dan pemanfaatan media internet.
BAB IIPEMBAHASAN 2.1
Subyek Hibah Dalam Hukum PerdataSubyek Hibah Dalam
Hukum Perdata adalah sebagai berikut :· Anak-anak
dibawah umur. Merka diangap tidak kuasa memneri hibah. Meraka dilarang membuat
persetujuan hibah atau sesuatu barang apapun. Hibah yang merka perbuat dapat
diminta pembatalanya (vernietingbaar) Cuma
bukan batal dengan sendirinya.
· Antara
suami istri tidak boleh menjadi subyek persetujuan hibah. Karena itu pemberian
hibah antara suami istri yang terikat dalam perkawinan adalah terlarang. Maksud
pelaranggan ini jelas, untuk memperlindunggi pihak ketiga yang mempunyai
tagihan kepada salah seorang diantara suami istri tersebut.
· Menurut
pasal 1679 KUH Perdata supaya dapat dikatakan sah untuk menikmati barang yang
di ibahkan, orang yang diberi hibah harus sudah ada di dunia atau dengan
memperhatikan aturan pasal 2 (anak yang ada dalam kandungan seorang perempuan,
diangap sebagai telah dilahirkan, bila mana juga kepentingan ssianak
menghendakinya), sudah ada dalam kandungan ibunya pada saat pengibahan
dilakukan.
· Menurut
pasal 1680 KUH Perdata hibah-hibah kepada lembaga umum atau lembaga keagamaan
tidak berakibat hukum, kecuali jika presiden atau pembesar yang di tunjuk nya
telah memberikan kuasa kepada para pengurus lembag-lembaga tersebut untuk
menerimanya.
2.2 Benda Dan Barang Yang Dapat Di HibahkanBenda
dan barang yang dapat di hibahkan menurut pasal 1667 KUH Perdata menyatakan,
hibah hanyalah dapat mengenai benda-benda yang sudah ada. Jika hibah itu
meliputi benda-benda yang baru akan ada dikemudian hari, maka sekedar mengenai
itu hibahnya adalah batal dan selajutnya dinyatakan pula dalam pasal 1672 KUH
Perdata menyatakan si penghibah dapat memperjanjikan bahwa ia tetap berhak
mengambil kembali benda-benda yang telah di berikannya, baik dalam halnya si
penerima hibah sendiri, maupun dalam halnya sipenerima hibah beserta
turunan-turunannya akan meninggal lebih dahulu daripada si penghibah; tetapi
ini tidak dapat di perjanjikan selainnya hanya untuk kepentingan si penghibah
sendiri. 2.3
Pembatalan HibahPembatalan
hibah menurut pasal 1688 KUH Perdata
menyatakan suatu hibah tidak dapat ditarik kembali maupun dihapuskan karenanya,
melainkan adalam hal-hal yang berikut:· Karena
tidak dapat di penuhi syarat-syarat dengan mana penghibahan telah dilakukuan.
· Jika
sipenerima hibah telah bersalah melakukan atau membantu melakukan kejahatan
yang bertujuan mengambil jiwa si penghibah atau suatu kejahatan lain terhadap
si penghibah.
· Jika
ia menolak memberikan tunjangan nafkah kepada si penghibah, setelahnya orang ini
jatuh dalam kemiskinan.
2.4
Proses hibahMenurut
undang-undang telah menetapkan cara penghibahan. Penghibahan ini diatur dalam
pasal 1882 KUH Perdata yang menyebutkan antaralain bahwa penghibahan itu harus
dilakukan dengan akte notaris terutama untuk barang tak bergerak sedangkan
untuk barabng yang bergerak dapat di ibahkan begitu saja , maka suatu peng
hibahan yang dilakukan diluar dari itu adalah batal. Akte notaris ini merupakan
suatu syarat mutlak dari sahnya suatu hibah, dengan sendirinya kalau hibah
dibuat dengan cara dibawah tanggan adalah batal. Demikian juga hibah itu tidak
adapat dibuat suatu pembaruan, biarpun hal ini dibuat dengan akte notaris yang
artinya bahwa pembaruan tentang hibah atau dengan mengadakan perubahan atau
penambahan sejak semula hibah itu dibuat tidak di perbolehkan.Tentang
peneriamaan, hibahpun harus dilakukan dengan akte notaris. Hal ini diatur
didalam pasal 1683 KUH Perdata yang menyebutkan tiada suatu hibah mengingkat si
penghibah, atau menerbitkan bagai manapun, selai mulai hari penghibahan itu
dengan kata-kata yang tegas telah di terima oleh sipenerima hibah sendiri atau
oleh seorang yang dengan suatu akte autentik si penerima hibah yang telah
dikuasai untuk menerima peng hibahan-penghibahan yang telah diberikan kepadanya.Jika
penerima tersebut tidak melakukan nya didalam surat hibah sendiri, maka itu
akan dapat dilakukan didalam suatu akte autentik terkemudian, yang aslinya
harus disimpan asal yang demikian itu dilakukan diwaktu si penghibah masih
hidup dalam hal mana peng hibah, terhadap orang yang belakangan tersebut ini,
hanya akan berlaku sejak hari penerimaan itu diberitahukan kepadanya. DAFTAR PUSTAKAhttp://anggara.org/2007/09/18/tentang-hibah/
Tidak ada komentar:
Posting Komentar