BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Hukum Adat
merupakan hukum asli yang berasal dari kehidupan masyarakat Indonesia. Pada
zaman penjajahan hukum adat ini mengalami pergolakan yang mempengaruhi
eksistensinya pada waktu itu. Mulai dari zaman VOC masih menjajah Indonesia
hukum adat ini kurang dihargai bahkan tifdak dianggap hal ini terlihat dari
contoh seperti bila mana ada orang pribumi yang bersengketa atau memeiliki
kasus dengan orang eropa maka hukum yang digunakan untuk penyelesaian perkara
tersebut adalah hukum barat dan diselesaikan dipengadilan barat juga. Hukum
adat yang lebih bernilai kebersamaan (gotong royong) dan hukum barat lebih
bernilai individualis (liberalism) sangat bertolak belakang antara keduanya
terlebih penilaian dari VOC pada waktu itu bahwa hukum adat ini ialah hukum
islam. Beberapa penilaian VOC terhadap hukum adat pada waktu itu antara lain
acuh tak acuh terhadap hukum adat, VOC belum begitu mengenal hukum adat dan
derajat hukum adat dilihat lebih rendah disbanding dengan hukum barat. Pada
zaman pemerintahan Belanda yang dipimpin oleh Daendels, hukum adat mulai
diperhitungkan dan diakui oleh pemerintahan colonial. Langkah Daendels yang
paling terkenal adalah bahwa Deandels pembesar pertama yang menggunakan
penghulu sebagai penasehat dalam pengadilan. Dan membentuk beberapa hukum
seperti hukum adat pidana. Dari sini telah terlihat bahwa adanya elaborasi
antara sistem pengadilan barat dengan sistem pengadilan adat. Pada zaman
pemerintahan Inggris pada tahun 1811 sampai tahun 1816 tidak begitu banyak
perubahan yang dilakukan, hal ini dipengaruhi oleh kekuasaan inggris yang hanya
berumur lima tahun saja di Indonesia sebelum akhirnya diambil alih kembali oleh
belanda lewat Konvensi London. Namun tetap ada perubahan yang dilakukan, sesuai
dengan politik inggris di india, maka Indonesia juga menjalankan politik murah
hati terhadap anak negeri dengan memperkuat daerah jajahannya. Orang – orang
pribumi dibiarkan menggunakan hukummnya sendiri dan menghapus hukuman bakar dan
gantung dari pemerintahan belanda karena tidak baik dan tidak sempurna.
Dari uraian diatas terlihat bahwa adat itu tidak
akan pernah mati walaupun serangan berbagai bidang datang termasuk saat ini
yakni globalisasi yang bila dikaitkan dengan zaman penjajahan dulu tidak kalah
besarnya. Hanya saja perbedaan terlihat bila dulu serangan itu berupa fisik
(terlihat) saat ini serangan berbagai ideology yang datang dengan kendaraan
globalisasi hanya merubah prilaku manusianya tidak sampai ke adatnya termasuk
hukum adat. Dalam beberapa desertasi hukum adat dinyatakan sebagai intisari
dari prilaku sosial kemasyarakatan dan spiritual orang Indonesia sehingga
dikatakan bahwa hukum adat adalah pancasila itu sendiri. Hukum adalah berasal
dari cita hukum yang hidup dalam masyarakat yang diwujudkan melalui suatu kontrak
sosial. Hukum adat dikatakan sebagai cita/hukum dasar dari UUD 1945 yakni
sebauh landasan yang menjiwai hukum yang ada. Dalam hal ini hukum adat memiliki
konotasi dengan pancasila dan UUD 1945 dan bukan berarti sama identik karena
konsep pancasila dan UUD 1945 tidak saja menyerap nilai – nilai adat disetiap
derah atau suku diindonesia tapi lebih dari itu pancasila bersumber materiil
dari keseluruhan bidang kahidupan manusia Indonesia yang kemudian menjadi
pancasila dan dituangkan kedalam hukum formal yakni UUD 1945 itu sendiri.
1.2
Rumusan Masalah
Dari
pemaparan latar belakang diatas, maka dapat diambil beberapa rumusan masalah
yaitu:
1.1.1
Bagaimanakah kuasa hukum adat atas
orang?
1.1.2
Bagaimanakah kuasa hukum adat atas
ruang?
1.1.3
Bagaimanakah kuasa hukum adat atas soal?
1.1.4
Bagimanakah kuasa hukum adat atas waktu?
1.3
Tujuan penulisan
Dari rumusan masalah
diatas , maka tujuan dari penulisan makalah ini yaitu:
1.1.5
Untuk mengetahui kuasa hukum adat atas
orang.
1.1.6
Untuk mengetahui kuasa hukum adat atas
ruang.
1.1.7
Untuk mengetahui kuasa hukum adat atas
soal.
1.1.8
Untuk mengetahui kuasa hukum adat atas
waktu.
1.4 Manfaat Penulisan
Manfaat
yang bisa diambil dalam penulisan makalah ini adalah agar para pembaca dan
masyarakat pada umumnya dapat mengerti dan memahami kuasa hukum adat atas
orang, kuasa hukum adat atas ruang, kuasa hukum adat atas soal, kuasa hukum
adat atas waktu
1.5 Metode Penulisan
Dalam
penulisan makalah ini, penulis menggunakan metode kepustakaan yaitu dengan
mecari sumber materi dari beberapa buku atau refrensi lainnya, dan penulis juga
mencari behan materi melalui media internet untuk mendukung dari penulisan
makalah ini.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1
Kuasa Hukum Adat Atas Orang
Kalau
kita perhatikan dimasa yang lalu sampai sekarang ini terus mengalami
perubahan-perubuhan, misalnya dalam tahun 1947 berdasarkan stablad 1847 No :
23, hukum adat hanya terbuka bagi orang-orang indonesia asli dan mereka yang
dipersamakan dengan orang indonesia asli
adalah : orang tionghoa, orang arab, dan lain-lain yang beragama islam. Pada
tahun 1854 terbentuklah RR dalam pasal 109 RR ditetapkan bahwa kriteria agama
sebagai satu-satunya ukuran untuk menetapkan dimasukkannya orang kedalam suatu
golongan ditiadakan baik golongan eropa, maupun golongan indonesia asli. Pada
tahun 1919, berlakulah RR yang baru yang maksudnya hukum adatimasih tetap
berlaku bagi orang indonesia asli sepanjang mereka tidak beralih golongan hukum
adat berlaku bagi golongan bukan orang indonesia asli, akan tetapi mereka harus
meleburkan diri kedalam golongan orang indonesia asli.
Lingkungan hukum adat atas orang
dipersempit lagi pada tahun 1926, yakni dengan diopernya RR menjadi IS.
Berdasarkan stb tahun 1917 no 12 dan pasal 163 IS ada kemungkinan bagi orang indonesia asli untuk menundukkan
diri pada seluruh hukum perdata barat. Pada tahun 1960, lingkugan kuasa hukum
adat atas orang menjadi bertambah dalam hal karena menurut undang-undang pokok
1960 ditetapkan bahwa mengenai hukum tanah dipakailah hukum adat dengan tidak
membedakan orang indonesia asli dan bukan orang indonesia asli.
2.2 Kuasa Hukum Adat Atas Ruang
Mengenai
lingkungan kuasa hukum atas ruang kita menemukan adanya persekutuan hukum yang
berbeda-berda dimasing-masing daerah, tentu hal ini tidak lepas dari latar
belakang berkembangnya bangsa Indonesia yang bermula dari wilayah Vietnam, yang
kemudian datang ke Indonesia dalam kelompok-kelompok kecil dan menyebar
kewilayah Indonesia, kelompok-kelompok kecil dan wilayah-wilayah yang berbeda
yang berbeda inilah yang telah melahirkan lingkungan kuasa hukum adat atas
ruang yang berbeda-beda. Keadaan yang seperti inilah kemudian ditemukan oleh
van vollen sehingga beliau mengklasifikasikan hukum adat atas ruang
berbeda-beda masing daerah. Van hollenhoven, telah membagi wilayah wilayah
Indonesia menjadi 19 lingkungan kuasa hukum adat. Dalam bukunya adatrecht Van
hollehoven menggunakan istilah RECHTSKRING (lingkungan hukum). Adanya
lingkungan kuasa hukum adat atas ruang menurut Van hollenhoven adalah sbb :
1. Aceh, 2.
Tanah gayo-alas dan batak beserta nias, 3. Daerah minang kabau beserta
mentawai, 4. Sumatra selatan, 5. Daerah melayu (Sumatra timur, jambi, riau) 6.
Bangka dan Belitung, 7. Kalimantan, 8. Minahasa, 9. Gorontalo, 10. Daerah
toraja, 11. Sulawesi selatan, 12. Kepulauan ternate, 13. Maluku-ambon, 14.
Irian, 15. Kepulauan timor, 16. Bali dan Lombok (beserta Sumbawa barat), 17.
Jawa tengah dan timur beserta Madura, 18. Daerah-daerah swapraja (Surakarta dan
jogjakarta), 19. Jawa barat.
Lingkungan-lingkungan
tersebut masih dapat dibagi-bagi lagi kedalam kukuban-kukuban hukum, atau
anak-anak lingkungan seperti: Jakarta raya, banten, Cirebon dan periangan
(lingkungan hukum jawa barat). Perlu kiranya dijelaskan bahwa perbedaan-perbedaan
antara lingkungan kuasa hukum adat atas ruang diatas bukanlah perbedaan
pundamental sebagai hukum adat dengan hukum barat. Dan penetapan hukum adat
menjadi 19 lingkungan adalah pada saat pecahnya perang pasifik (1942) yang pada
masa itu dianggap masih up to date. Tentu setelah bangsa Indonesia merdeka dan
mengalami proses perkembangan disegala bidang, sehingga pergaulan antara
masing-masing lingkungan menjadi semakin eratnya, yang sudah barang tentu akan
saling bertemu dan saling pengaruh kecil, dan perlu diingat pula dengan adanya
program transmigrasi bukan tidak mungkin akan terjadi saling mengenal
sebagaimana disebutkan diatas yang ada antar lingkungan bukanlah perbedaan yang
prinsip.
2.3
Kuasa Hukum Adat Atas Soal
Mengenai
sistematika hukum adat atas soal, ada perbedaan pendapat antara para sarjana
hukum adat. Perbedaan tersebut disebabkan oleh adanya perbedaan dasar pikiran
dari masing-masing sarjana terhadap masalah tersebut. Ada dua pendapat mengenai
sistematika hukum adat atas soal:
1.
Golongan pertama dipelopori oleh vabn
vollenhoven, dalam sistematikanya van hollenhoven berusaha menunjukkan sifat dan bentuk hukum adat tersendiri dalam
arti berbeda dengan hukum barat. Van hollenhoven, ingin mengemukakan sifat
kemandirian hukum adat/sifat kepribadian dari hukum adat. Pendapat van
hollenhoven di ikuti oleh Mr B.Ter Haar BZN, di dalam lingkungan hukum adat van
hollenhoven dikenal sebagai penemu dari hukum adat, sedang Ter Haar sebagai
pembentuk stelsel hukum adat.
2.
Golongan kedua dipelopori oleh VAN DIJK,
sistematika hukum adat atas soal disusun hampir sejajar dengan bagian yang
terdapat dalam hukum barat. Dengan demikian Van Dijk tidak ingin menunjukkan
sifat kemandirian dari hukum adat atas soal yang sebenarnya, melainkan
disesuaikan dengan hukum barat.
Sistematika
Hukum Adat Atas Soal Menurut Van Hollenhoven :
a.
Bentuk susunan persekutuan hukum
dilapangan rakyat
b.
Hukum pamili
c.
Hukum perkawinan
d.
Hukum waris
e.
Hukum tanah dan air
f.
Hukm harta benda-benda selain tanah dan
air
g.
Hukum delik
Sistematika Hukum Adat
Atas Soal Menurut Ter Haar :
a.
Dasar susunan rakyat
b.
Dasar dan sistem dari hukum tanah
c.
Transaksi tanah
d.
Transaksi dimana tanah tersangkut
didalamnya
e.
Hukum tentang piutang
f.
Benda hukum adat
g.
Hukum perorangan
h.
Hukum kekerabatan
i.
Hukum perkawinan
j.
Hukum delik
k.
Hukum waris
l.
Hukum tentang daluwarsa
Sistematika Hukum Adat
Atas Soal Menurut Van Dijk :
a.
Hukum adat mengenai tata negara meliputi
:
1.
Susunan ketertiban masyarakat hukum
2.
Persekutuan rakyat
3.
Susunan dan lingkungan serta alat
perlengkapannya
4.
Jabatan yang ada serta para pejabatnya
b.
Hukum adat mengenai warga (hukum
perdata)
1.
Hukum pertalian sanak
2.
Hukum perkawinan
3.
Hukum waris
4.
Hukum hutang piutang
c.
Hukum adat mengenai delik (hukum pidana)
2.4
Kuasa Hukum Adat Atas Waktu
Apabila
dibandingkan dengan lingkungan hukum adat yang lainnya, kuasa hukum adat atas
waktu ini memiliki keunikan. Hukum adat memiliki sifat menyerap yakni dalam
beberapa UU dan berbagai peraturan yang baru dibuat oleh pemerintah kuasa hukum
adat disini lebih diartikan sebagai perubahan dari waktu ke waktu dari hukum
adat itu sendiri yang kemudian diserap dan diaktualisasikan keberbagai hukum
yang lainnya yang menyangkut dengan kehidupan bermasyarakat Indonesia. Tidak
lain hal ini dilakukan guna menjaga keberadaan hukum adat itu sendiri yang
merupakan cirri masyarakat Indonesia dan jjuga menjiwai dan dijiwai oleh
pancasila dan UUD 1945.
Contoh
dimana kuasa hukum adat atas waktu ini dapat dijumpai yakni didalam UU No.1 /
1974 tentang perkawinan. Dimana dalam UU ini kuasa atas waktu hukum adat
diperlukan sepanjang diperlukan. Dalam artian dalam hal perkawinan kebiasaan
adat pernikahan/perkawinan yang juga diatur dalam hukum adat diperlukan diatur
juga dalam UU perkawinan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar