.

hate me, im perfect

Jumat, 17 Januari 2014

Tugas dan Wewenang Desa Pakraman

Antara desa pakraman dan desa dinas dalam pembagian tugas serta wewenangnya seringkali membingungkan para warga masyarakat. Kebingungan ini sudah terjadi sejak Belanda mendirikan desa dinas. Karena alasan kebingungan itulah kemudian muncul untuk sebutan untuk kedua desa tersebut, ada desa pakraman dan ada desa dinas. Namun saat ini seiring dengan perkembangan jaman, maka permasalahan yang timbul di dalam masyarakat juga semakin komplek. Seperti contoh permasalahan pembangunan ilegal seperti pembangunan kafé remang-remang atau pemberian ijin untuk pembangunan akomodasi pendukung pariwisata seperti hotel, resort, dan lain-lain. Untuk hal ini apakah desa dinas yang harus menyelesaikannya atau apakah desa pakraman. Dari sinilah dapat dikatakan wilayah kerja masing-masing desa tersebut memiliki hubungan kordinatif secara horizontal, jadi keduanya memiliki kedudukan sejajar, saling bantu yang sifatnya tradisional dan konsultatif. Desa pakraman berfungsi mengatur krama desa dalam pergaulan hidup bermasyarakat, sedangkan desa dinas berfungsi mengatur hubungan krama desa dengan pemerintah (Sirtha, 2008:6).

Sebagai wadah dalam pengembangan dan pelestarian kebudayaan, maka desa pakraman memiliki kepanjangan lembaga yang disebut banjar adat. Melalui banjar adat inilah kemudian aktivitas pengembangan dan pelestarian adat dilakukan secara lebih maksimal seperti pembentukan Sekaa-sekaa, diantaranya adalah Sekaa Numbeg, Sekaa Manyi, Sekaa Ngulah Semal, Sekaa Nembok, Sekaa Truna Truni, Sekaa Sambangan, Sekaa Drama, Sekaa Barong, Sekaa Gong, Sekaa Geguritan, dan lain-lain.

Banjar adat bukan merupakan badan hukum, namun badan hukumnya berada di desa pakraman. Desa pakraman dapat melakukan perbuatan hukum di dalam dan di luar desa. Hal ini menunjukkan bahwa desa pakraman sebagai subjek hukum bertanggung jawab penuh dalam mengayomi kramanya. Desa pakraman juga memiliki wewenang dalam menyelesaikan konflik atau sengketa adat. Karena desa pakraman ini didasari oleh konsep Tri Hita Karana maka penyelesaian konflik atau sengketa adat harus tetap membina kerukunan dan toleransi krama demi terwujudnya keharmonisan kehidupan masyarakat. Selain itu, desa pakraman turut serta menentukan setiap keputusan, sejak perencanaan sampai pelaksanaan pembangunan yang ada di wilayah desa terutama yang berkaitan dengan perwujudan Tri Hita Karana (Sirtha, 2008:15).

Mengenai otonomi desa, desa pakraman berhak dan berkewajiban untuk mengatur rumah tangganya sendiri. Isi dari pada otonomi desa pakraman meliputi bidang-bidang organisasi, ekonomi, sosial budaya dan pengaturan keamanan. Usaha-usaha yang diperlukan dalam menegakkan otonomi desa pakraman ialah dengan penyuratan awig-awig (Surpha, 2004:52). Kebebasan lain yang dimiliki oleh tiap desa pakraman di Bali yang dapat dikatakan otonomi adalah adanya asas desa mawacara, yakni kebebasan desa pakraman untuk membuat peraturan adatnya sendiri sesuai dengan Catur Dresta.

Tugas dan wewenang desa pakraman, dalam Perda Provinsi Bali Nomor 3 Tahun 2003 telah diatur dalam Bab III, yang menentukan antara lain :

Pasal 6

Desa pakraman di Provinsi Bali merupakan kesatuan hukum adat yang bersifat sosial keagamaan dan kemasyarakatan.

Pasal 7

a. Membantu pemerintah dalam kelancaran pelaksanaan pembangunan disegala bidang terutama dibidang adat, budaya dan agama.

b. Melaksanakan hukum adat dan adat-istiadat dalam wilayah desa pakraman.

c. Memberikan kedudukan hukum menurut struktur desa pakraman terhadap hal-hal yang berhubungan dengan kepentingan hubungan sosial keperdataan dan keagamaan.

d. Menjaga, memelihara dan memanfaatkan kekayaan desa pakraman untuk kesejahteraan masyarakat desa pakraman.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar