Masyarakat Madani
1. Pengertian masyarakat madani
Masyarakat madani (Civil Society)
adalah suatu kehidupan sosial yang terorganisir
dan bercirikan antara lain : kesukarelaan, keswasembadaan, dan
keswadayaan yang memiliki kemandirian tinggi berhadapan dengan negara dan keterikatan dengan norma-norma atau
nilai-nilai hukum yang diikuti oleh warganya
2. Ciri-ciri masyarakat madani
Adapun ciri-ciri umum dari masyarakat
madani adalah :
a.
mandiri dalam hal pendanaan (tidak
tergantung pada negara)
b.
swadaya dalam hal kegiatan
(memanfaatkan berbagai sumber daya yang ada dilingkungannya)
c.
bersifat memberdayakan
masyarakat dan bergerak dalam bidang
sosial
d.
tidak terlibat dalam persaingan
politik dalam perebutan kekuasaan
e.
bersifat inklusif (melingkupi
beragam kelompok) dan menghargai keragaman
3. Proses menuju masyarakat madani
Manusia hidup di dunia menginginkan kehidupannya sejahtera,
adil dan makmur, begitu pula bagi masyarakat dan bangsa Indonesia
mencita-citakan hal yang sama. Pedoman bagi masyarakat Indonesia untuk mencapai
masyarakat yang adil dan makmur sebenarnya sudah tersirat dan tersurat secara
tegas dan jelas di dalam Pembukaan alenia IV Pembukaan UUD 1945 yaitu
“melindungi segenap bangsa dan seluruh tumpah darah Indonesia, memajukan
kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa” Pada dasarnya, politik
berkenaan dengan kehidupan publik, yaitu kehidupan yang berhubungan dengan
rakyat banyak. Dalam kehidupan inilah
diatur proses serta mekanisme agar seluruh aspek kehidupan menjadi
teratur. Untuk itulah dalam suatu negara demokrasi dibentuk suatu lembaga yang
mencerminkan suatu pemerintahan demokrasi sepertia pada ajaran Trias Politika
yaitu ada Ekskutif, Legeslatif dan yudikatif yang selanjutnya merupakan lembaga
dari suatu organisasi yang bernama negara, yang selanjutnya dikenal dengan
supra struktur politik.
Selain lembaga negara yang merupakan sufra struktur politik
termampu pula lembaga lain yaitu infra struktur politik seperti lembaga sosial
(lembaga swadaya masyarakat atau LSM), lembaga budaya (paguyuban dan pendidikan
yaitu organisasi Mahasiswa), lembaga agama (Nahdlatul Ulama, Majelis Ulama
Indonesia, Parisada Hindu Dharma Indonesia, Wali Gerja-gereja Indonesia, Wali
Umat Budha Indonesia dan lain-lain), lembaga profesi (Persatuan Wartawan
Indonesia, Ikatan Dokter Indonesia dan lain-lain) lembaga inilah yang merupakan
masyarakat madani (civil society) dan tidak termasuk di dalamnya organisasi
politik (partai politik).
Istilah Civil Society (masyarakat madani) berasal dari bahasa
latin sivilis societas yang semula
digunakan oleh Cicero (106 – 43 SM), beliau adalah seorang pujangga Roma. Civil
Society awal mulanya berarti komunitas politik, yaitu suatu masyarakat yang
didasarkan pada hukum dan hidup beradab. Selanjutnya istilah civil society
digunakan oleh John Locke dan J. J. Rouesseau
mengartikan civil society dengan masyarakat politik (political society)
yaitu suatu kehidupan masyarakat yang sudah teratur karena sudah didasari
dengan hukum. Pada masa kini, istilah civil society digunakan untuk membedakan
suatu komunitas di luar organisasi negara (lembaga negara) yaitu suatu lembaga
privat yang mandiri yang terdiri atas beberapa individu yang membentuk kelompok
atau organisasi untuk mewujudkan kepentingan mereka sendiri secara aktif.
Proses untuk mewujudkan masyarakat madani (Civil
Society), sudah dilakukan oleh
masyarakat Indonesia namun banyak rintangan dan tantangan selalu menghadang dan
menghambatnya hal ini disebabkan oleh
situasi dan kondisi pemerintahan yang berlangsung saat itu, seperti pada masa
pemerintahan Orde Baru segala bentuk organisasi baik formal maupun non formal
sebenarnya sudah banyak terbentuk namun selalu ada dalam pengawasan
pemerintahan waktu itu, meskipun aturan mengenai terwujudnya masyarakat madani
(Civil Society) sudah diundangkan yang pertama
yaitu dengan Undang-Undang No 8 Tahun 1985 tentang organisasi
Kemasyarakatan, namun peraturan ini seolah-olah mandul dan tidak berfungsi
sesuai harapan kita dalam mewujudkan
Civil Society.
Dari uraian di atas
maka Civil Society mampu terjadi melalui proses dari adanya lembaga-lembaga
atau badan atau organisasi kemasyarakatan formal maupun non formal yang dalam
pembentukannya tidak hanya untuk kepentingan dilingkungannya sendiri secara
intern tetapi mampu pula mempengaruhi kebijakan yang diambil oleh pemerintah
termasuk di dalamnya ikut mencampuri dalam urusan pembangunan sehingga menjadi budaya politik masyarakat.
Tuntutan terhadap Civil Society sebenarnya sudah ada pada asa orde baru yaitu
dengan dikeluarkannya Undang-Undang No
8 Tahun 1985 tentang Organisasi Kemasyarakatan
yang menyatakan : Organanisasi kemasyarakatan adalah organisasi yang
dibentuk oleh warga masyarakat negara Republik Indonesia secara sukarela atas
dasar kesamaan kegiatan, profesi, fungsi, agama dan kepercayaan terhadap Tuhan
Yang Maha Esa untuk berperanserta dalam pembangunan dalam rangka mencapai
tujuan nasional dalam wadah negara kesatuan Republik Indonesia yang berdasarkan
Pancasila. Semenjak reformasi pertumbuhan dan perkembangan masyarakat madani
(Civil Sosiety) baru memperoleh tempat yang sewajarnya.
4. Kendala yang dihadapi dan upaya mengatasi dalam mewujudkan masyarakat madani
Perkembangan
masyarakat madani (Civil Society) di Indonesia
tak pelak lagi sangat diperkuat dengan munculnya reformasi 1998, yang dalam
beberapa hal tertentu telah mebalik kritik selama Orde Baru menjadi usul
positif untuk menjadi alternatif dan opsi politik. Perubahan untuk menghadapi
kendala dalam usaha mewujudkan masyarakat madani itu terlihat sekurang-kurangnya
dalam tiga bidang masalah:
a. Dalam
bidang birokrasi (kendalanya :adanya birokrasi tidak transparan dan tidak
bersih)
b. Dalam
bidang hubungan dengan penggunaan kekuasaan oleh pemerintah (kendalanya: adanya
kekerasan militer atau POLRI untuk
melindungi kekuasaan)
c. Dalam
hubungan negara dan masyarakat (kendalanya: pemerintah sulit dikritik dan
diberi saran)
Adapun usaha untuk mewujudkan masyarakat madani:
1.
Dalam birokrasi, kritik terhadap
korupsi, kolusi dan nepotisme, selama Orde Baru, diubah secara positif menjadi
tuntutan akan adanya transparansi dan akuntabilitas. Ada sikap proaktif dalam
mencari jalan agar KKN tidak diberi kesempatan terlalu banyak untuk terus
dilakukan, dengan mendesak dan memaksa pemerintah dan birokrasi untuk
mempertanggungjawabkan secara terbuka semua tindak tanduk mereka secara publik.
Pada titik ini kita menghadapi dilema antara pemerintah terbuka dan pemerintah
yang bersih. Suatu pemerintahan hanya bisa bersikap terbuka kalau dia relatif
bersih (karena pemerintahan yang tidak bersih akan berusaha sekuat tenaga
menutupi penyelewengan yang dilakukannya), sementara untuk menjadi bersih dia
harus terbuka terhadap kontrol dan kritik. Dilema ini dicoba dipecahkan dengan
tidak meminta birokrasi untuk menjadi lebih bersih tetapi dengan memaksanya
menjadi lebih terbuka.
2.
Dalam hubungan dengan penggunaan
kekuasaan oleh pemerintah, kritik terhadap kekerasan politik dan represi
politik (yang memuncak antara lain pada masa ditetapkannya Daerah Operasi
Militer [DOM] di Aceh, Timtim, dan Irian Jaya) diubah menjadi tuntutan akan
penghormatan terhadap hak-hak asasi manusia (HAM). Perubahan ini memberikan
bobot baru kepada tuntutan masyarakat, karena kekerasan politik mampu
diperlakukan pemerintah sebagai masalah dalam negeri, sedangkan masalah HAM
dianggap sebagai masalah universal yang akan menarik perhatian dunia internasional. ·
3. Dalam
soal hubungan negara-masyarakat, maka kritik terhadap kedudukan negara yang
terlalu kuat dalam rejim Orde Baru, diubah menjadi opsi dan alternatif dalam
tuntutan akan pemberdayaan masyarakat. Persoalan bukanlah negara yang terlalu
kuat, tetapi masyarakat yang terlalu lemah, sehingga social empowerment muncul
sebagai suatu gagasan baru di mana masyarakat mulai meningkatkan kesadaran
tentang hak-haknya dan mengembangkan bentuk negoisasi baru dengan negara. Salah
satu bentuk perjuangan itu ialah tuntutan akan pengakuan terhadap
pranata-pranata sosial yang selama ratusan tahun telah berhasil menjaga
integrasi sosial dalam berbagai komunitas, seperti halnya masyarakat adat, yang
sekarang semakin menjadi persoalan nasional. Patut dikemukakan di sini bahwa
munculnya kesadaran akan pentingnya masyarakat
madani (Civil Society) berhubungan dengan keinginan untuk mewujudkan
suatu ruang di mana terwujud kesamaan setiap orang di depan hukum
Tidak ada komentar:
Posting Komentar