.

hate me, im perfect

Kamis, 15 September 2011

alasan – alasan peniadaan pidana



Dalam aturan umum Kitab Undang-undang Hukum Pidana ditentukan ada hal-hal yang menyebabkan seseorang yang telah melakukan tindak pidana tidak dapat dihukum atau lazim disebut Dasar Peniadaan Pidana (Strafuitsluitingsgronden) Ada yang disebut dengan alasan pembenaran, dan ada juga yang disebut dengan alasan pemaaf, akan tetapi kita juga harus mengingat dan membedakan dengan Dasar Peniadaan Penuntutan Pidana. Alasan pembenaran ini maksudnya adalah orang yang telah melakukan suatu tindak pidana dibenarkan oleh Hukum jadi perbuatan orang tersebut dimata hukum bukanlah suatu tindak pidana, meskipun menurut kasat mata perbuatan tersebut secara tegas adalah tindak pidana. dengan kata lain alasan pembenaran adalah alasan yang menghapuskan sifat melawan hukum daripada peristiwa yang memenuhi ketentuan pidana, sehingga perbuatan tersebut tidaklah merupakan tindak pidana.
Disamping alasan pembenaran ditentukan juga adanya alasan pemaaf (Schulduitsluitingsgronden) yaitu, alasan yang menghilangkan kesalahan seorang yang seharusnya bertanggung jawab atas suatu tindak pidana, sehingga ia tidak dipidana, akan tetapi perbuatan tersebut masih merupakan Wederrechtelijk atau perbuatan melawan hukum. Selain dari pada itu menurut Memorie van Toelichting (M.v.T) dari KUHP dikenal pembagian antara alasan yang menyebabkan seseorang tidak dapat dihukum yang disebabkab oleh hal-hal dari dalam (diri orang itu sendiri) atau disebabkan oleh hal-hal dari luar diri sipelaku.
Dalam bukunya yang berjudul “asas – asas hukum pidana” Prof moeljatno, S.H. menjelaskan alasan – alasan yang menghapuskan pidana ini dibedakan menjadi :
1.      Alasan pembenar : yaitu alasan yang menghapuskan sifat melawan hukumnya perbuatan, sehingga apa yang dilakukan oleh terdakwa lalu menjadi perbuatan yang patut dan benar.
2.       Alasan pemaaf : yaitu alasan yang menghapuskan kesalahan terdakwa. Perbuatan yang dilakukan oleh terdakwa tetap bersifat melawan hukum jadi tetap merupakan perbuatan pidana, tetapi dia tidak dipidana, karena tidak ada kesalahan.
3.      Alasan penghapusan penuntutan : disini soalnya bukan ada alasan pembenar maupun alasan pemaaf, jadi tidak ada pikiran mengenai sifatnya perbuatan maupun sifatnya orang yang melakukan perbuatan, tetapi pemeritah menganggap bahwa atas dasar utilitas atau kemanfaatannya kepada masyarakat, sebaiknya tidak diadakan penuntutan. Yang menjadi pertimbangan disini ialah kepentingan umum. Kalau perkaranya tidak dituntut, tentunya yang melakukan perbuatan tak dapat dijatuhi pidana. Contoh : pasal 53, kalau terdakwa dengan suka rela mengurungkan niatnya percobaan untuk melakukan suatu kejahatan.
Dari kesemua pembagian alasan tersebut sekarang dirangkum dalam satu yaitu sebab-sebab seseorang tidak dapat dihukum (Strafuitsluitingsgronden) yang terdiri dari :
Ø    Ontoerekeningsvatbaarheid (Pasal 44) KUHP yang berbunyi “Tidak dapat dipidana barang siapa melakukan perbuatan oleh karena jiwa dari sipembuat itu tidak tumbuh dengan sempurna atau diganggu oleh penyakit sehingga sipembuat tidak dapat dipertanggungjawabkan”
Dari perumusan ini dapat ditentukan syarat-syarat yang termasuk dalam ketentuan pasal 44 yaitu,
a.       Mempunyai jiwa yang tidak tumbuh dengan sempurna atau jiwa sipembuat diganggu oleh penyakit, Yang dimaksud disini adalah berhubung dengan keadaan daya berpikir tersebut dari si pelaku, ia tidak dapat dicela sedemikian rupa sehingga pantaslah ia tidak dikenai hukuman. Dalam hal ini diperlukan orang-orang ahli seperti dokter spesialis dan seorang psikiater.
b.      Tingakat dari penyakit itu harus sedemikian rupa sehingga perbuatannya tidak dapat dipertanggung jawabkan kepadanya.
Namun demikian apabila kita mencoba mencari ketentuan yang menyatakan bagaimana/kapan seseorang itu dianggap tidak mempunyai jiwa yang sehat hal tersebut tidak akan ditemukan, jadi untuk menentukannya kita harus kembali melihat Memorie van Toelichting (M.v.T) atau penjelasan dari pada KUHP itu. Dalam M.t.V ditentukan bahwa seseorang tidak dapat dipertanggungjawabkan terhadap perbuatannya bila :
a.       Keadaan jiwa orang itu sedemikian rupa sehingga ia tidak dapat mengerti akan harga dan nilai dari perbuatannya
b.      Ia tidak dapat menentukan kehendaknya terhadap perbuatan yang ia lakukan.
c.       Ia tidak dapat menginsyafi bahwa perbuatannya adalah terlarang.
Maka jelaslah bahwa terhadap orang yang termasuk dalam kategori pasal 44 menurut ketentuan hukum pidana tidak dapat dihukum, namun perbuatan orang tersebut tetaplah merupakan perbutan yang bertentangan dengan hukum (Wederrechtelijk) akan tetapi terhadap pelaku diberikan alasan pemaaf oleh Undang-undang, atau schuld (Kesalahan) pembuat/ pelaku hapus.

Ø    Overmacht (Pasal 48) KUHP, berbunyi barang siapa melakukan perbuatan karena pengaruh daya paksa tidak dipidana. Kata “daya paksa” ini adalah salinan dari kata belanda “overmacht”, yang artinya kekuatan atau daya yang lebih besar. Yang menjadi persoalan adalah, apakah dayapaksa yaitu yang memaksa itu merupakan paksaan pisik, terhadap mana orang yang terkena tak dapat menghindarkan diri, atau merupakan paksaan psychis, dalam batin, terhadap mana meskipun secara pisik orang masih dapat menghindarkannya, namun daya itu adalah demikian besarnya. Sehingga dapat dimengerti kalau tidak kuat menahan daya tersebut. Kekuatan pisik yang mutlak yang tak dapat dihindari dinamakan vis absoluta, sedangkan kekuatan psychis dinamakan vis compulsive, karena sekalipun tidak memaksa secara mutlak, tetapi memaksa juga.
            Menurt M.v.T Paksaan itu adalah, setiap kekuatan setiap paksaan atau tekanan yang sedemikian rupa sehingga tidak dapat dielakkan. Menurut Jonker Overmacht itu sendiri terbagi 3 (tiga) yaitu,
1.      Overmacht yang bersifat Mulak/Absolut, yaitu dalam hal ini seseorang tidak mungkin berbuat lain.
Contoh : seorang yang ditusuk perutnya disebuh tempat yang kemudian orang tersebut melawan balik dengan tembakan sehingga pelaku penusukan mati.
2.      Overmacht yang bersifat Relatif/ nisbi, yaitu dalam overmach ini pada dasarnya orang masih dapat memilih apakah berbuat atau tidak, akan tetapi menurut perhitungan yang layak tidak mungkin dapat dielakkan.
Contoh : seorang ibu yang mencuri roti disebuah warung untuk anaknya karena kelaparan.
3.      overmacht dalam arti noodtoestand atau keadaan darurat Yang dimaksud dengan noodtoestand adalah, keadaan dimana suatu kepentingan hukum dalam bahaya dan untuk menghindarkan bahaya itu, terpaksa dilanggar kepentingan hukum yang lain.
Noodtoestan ini terjadi akrena :
a.       Adanya pertentangan antara dua kepentingan hukum
b.      Adanya pertentangan antara kepentingan dan kewajiban hukum.
c.       Adanya pertentangan antara kewajiban hukum dengan kewajiban hukum
Contoh : seseorang yang menyelamatkan diri disebuah papan setelah kapalnya tenggelam, kemudian orang tersebut  mendorong orang lain yang ingin naik ke papan yang dinaikinya.

Apakah dayapaksa merupakan alasan pembenar atau pemaaf?
            Daya paksa merupakan alasan pembenar, demikian Van Hamel menulis : sebab jika dalam hal yang demikian ketentuan hukum masih tetap dipertahankan, maka di situ ternyata bahwa tata hukum atau menghendaki supaya orang mempunyai keberanian yang luar biasa (heldenmoend) seperti dalam halnya Karneades jika hal yang tak mungkin sama sekali (dwaasheid) seperti kalau pada saat yang sama orang harus datang di dua pengadilan. Karenanya, dalam dayapaksa disitu tata hukum menerima  siapa saja yang terjadi (berust in het gebeurde). Perbuatan pidana yang dilakukan orang karena pengaruh daya paksa diterima sebagai benar. Pompe dan Jonkers antara lain juga yang berpendapat sama.


Ø    Noodweer (Pasal 49) KUHP yang berbunyi Pasal “barang siapa terpaksa melakukan perbuatan untuk pembelaan, karena ada serangan ketika itu yang melawan hukum, terhadap diri sendiri maupun orang lain , terhadap kehormatan, kesusilaan, atau harta benda sendiri atau orang lain, tidak dipidana. (Terjemahan Moeljatno).
Noodweer dapat diartikan sebagai pembelan darurat, dan agar suatu perbuatan itu dapat dikatakan pembelaan darurat harus memenuhi syarat-syarat :
1.      Perbuatan yang dilakukan itu harus terpaksa untuk mempertahankan (membela).
2.      pembelaan atau pertahan itu harus dilakukan hanya terhadap kepentingan-kepentingan yang disebut dalam pasal tersebut.
3.      harus ada serangan yang melawan hak dan mengancam seketika itu juga.

Ø    Pembelaan terpaksa (noodweer) pasal 49 ayat 1 berbunyi barang siapa terpaksa melakukan perbuatan pembelaan untuk pembelaan karena ada serangan atau ancaman serangan ketika itu yang melawan hukum terhadap diri sendiri maupun orang lain terhadap kehormatan kesusilaan (eerbaarheid) atau harta benda sendiri maupun orang lain, tidak dipidana. Jadi disini, saat dimana orang sudah boleh mengadakan pembelaan bukan kalau sudah dimulai dengan adanya serangan, tapi baru ada ancaman akan adanya serangan saja sudah boleh. Ini sebabkan atas pertimbangan bahwa dalam Negara yang begitu luas dengan alat – alat  Negara yang terbatas pemerintah harus lebih member kebebasan kepada penduduk untuk menjaga keselamatannya masing – masing.
Kepentingan macam apa saja yang harus diserang sehingga dibolehkan pembelaan?
Ada 3 hal masing – masing baik kepunyaan diri sendiri mauoun kepunyaan orang lain yaitu :
a.       Diri atau badan orang.
b.      Kehormatan, kesusilaan.
c.       Harta – benda orang.
Ø    Wettelijk Voorschrift (Pasal 50) KUHP berbunyi “Barang siapa melakukan perbuatan untuk menjalankan peraturan undang-undang, tidak boleh dihukum."
Wettelijk Voorschrift adalah menjalankan perintah Undang-undang. Apa yang diperintahkan oleh suatu undang-undang atau wewenang yang diberikan oleh sesuatu undang-undang untuk melakukan sesuatu hal tidak dapat dianggap tindak pidana.
Contoh : Algojo yang menjalankan tugas menembak mati terpidana yang divonis hukuman mati

Ø    Ambtelijke Bevel (pasal 51) KUHP yang berbunyi barang siapa melakukan perbuatan untuk menjalankan perintah jabatan yang diberikan oleh kuasa yang berhak untuk itu, tidak boleh dihukum”. Ambtelijke Bevel atau perintah jabatan.secara harafiah adalah suatu perintah yang telah diberikan oleh seorang atasan.
Adapun syarat-syarat yang ditentukan dalam pasal ini adalah :
1.      Orang itu melakukan perbuatan atas perintah jabatan.
2.      perintah harus diberikan oleh kuasa yang diberikan oleh kuasa yang berhak untuk memberikan kuasa itu.
Contoh : Seorang polisi diperintahkan oleh atasannya untuk menangkap seorang penjahat.
Jadi apabila ternyata orang tersebut bukanlah penjahatnya, maka terhadap si polisi tidak dapat dihukum.


 
Daftar Bacaan
Moeljatno, asas – asas hukum pidana, PT Rineka Cipta, 2000
R. Soesilo, Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) Serta Komentar-komentarnya, Politeia, Bogor, 1996,

Tidak ada komentar:

Posting Komentar