Manusia merupakan makhluk dengan kodrat sosial, jadi secara individu manusia tidak akan bernilai. Manusia akan bernilai jika sudah berada dalam masyarakat. Dengan demikian manusia akan membutuhkan tempat untuk tinggal dan mengadakan interaksi sosial dengan yang lainnya. Mereka secara berkemlompok tinggal disuatu tempat yang kemudian semakin besar membentuk sebuah desa. Desa merupakan persekutuan terkecil yang pertama ada sebelum adanya negara seperti yang kita ketahui saat ini.
Di Bali dikenal dua buah bentuk lembaga desa yang dijalankan oleh masyarakatnya. Lembaga desa yang pertama yakni desa pakraman yang kedua yaitu desa dinas. Dalam hal ini desa dinas merupakan lembaga pemerintahan terendah dalam sistem Pemerintahan di Indonesia untuk menjalankan tugas kedinasan ditingkat bawah, atau dapat dikatakan secara singkat desa dinas merupakan kepanjangan tangan dari pemerintah dan dipimpin oleh kepala desa yang memiliki kedudukan dibawah camat. Sedangkan desa pakraman merupakan desa tradisional yang bukan bagian dari administrasi pemerintahan negara tapi merupakan lembaga adat yang berdiri khusus sebelum negara ini ada untuk mengayomi masyarakat dibidang kebudayaan dan agama.
Berbicara mengenai sejarahnya secara singkat dapat dikatakan desa yang pertama kali ada di Bali yakni desa pakraman atau dulu disebut desa dresta. Lembaga tradisional desa pakraman yang sebelumnya dikenal dengan desa adat ini sudah ada sejak zaman Kerajaan Bali Kuno (abad 9 masehi) yang kemudian dipelihara dan ditaati secara turun-temurun, dari satu generasi ke generasi berikutnya. Desa pakraman atau desa dresta memiliki sejarah sangat tua dan sudah disebutkan dalam beberapa prasasti Bali Kuno seperti prasasti Bwahan (Saka 947) di bawah raja Sri Dharmawangsa Wardhana, prasasti Bebetin (Saka 896), dan prasasti Sembiran bertahun Saka 987.
Sebelumnya desa pakraman masih dalam pengaruh kebudayaan Bali Kuno yang belum mengenal pengaruh Agama Hindu masih berupa kebudayaan Bali asli. Kemudian desa pakraman atau desa dresta ini mendapat pengaruh Agama Hindu seiring dengan masuknya orang-orang dari Kerajaan Majapahit ke Bali. Kemudian karena akulturasi budaya yang sangat kuat Agama Hindu dan Kebudayaan Bali menyatu sehingga sering muncul istilah Agama Bali atau Hindu Bali karena sangat sulit untuk melihat sebuah ritual di Bali apakah bagian dari adat atau agama. Desa pakraman di Bali kemudian berkembang menjadi desa pakraman yang diikat oleh kahyangan tiga, wilayah desa, kekayaan sendiri, dan otonomi sendiri.
Pada jaman pemerintahan belanda (1906-1908) muncul lembaga desa baru yang memiliki tugas sebagai lembaga administrasi pemerintahan tingkat bawah. Hal ini dilakukan oleh Belanda agar pekerjaan administrasi pemerintahan bisa lebih efisien dilakukan. Desa dinas yang saat ini ada di Indonesia merupakan warisan dari Pemerintah Belanda. Untuk memisahkan dua lembaga ini yang memiliki fungsi dan tugas yang berbeda maka muncullah kemudian istilah desa dinas dan desa adat atau desa pakraman.
Pada jaman Kerajaan Majapahit, nama desa pakraman itu disebut desa dresta, tapi pada zaman Pemerintahan Belanda desa tradisional yang berdasarkan ajaran Agama Hindu itu disebut desa adat. Hal ini karena pandangan Belanda saat itu melihat aktivitas yang dilakukan masyarakat di desa tergolong dalam adat kebudayaan bukan merupakan bagian dari agama. Namun seriring dengan perkembangan di desa pakraman karena ajaran Agama Hindu diterapkan sampai menjadi tradisi yang makin menguat. Kebiasaan sampai menjadi tradisi yang semakin menetap itu, oleh ahli hukum adat dari Belanda seperti Van Volen Oven dan Snouck Hugrogne, Setelah zaman reformasi, istilah desa adat dikembalikan pada nama aslinya yaitu desa pakraman. (Nika, dalam http://
www.parisada.org).
Dalam prasasti Bwahan (Saka 916) terdapat kata karaman (bahasa sansekerta) yang berarti satu kelompok masyarakat yang mendiami satu wilayah permukiman tertentu atau berarti pula sebagai kumpulan orang-orang tua (yang sudah berkeluarga). Dari kata karaman ini kemudian menjadi kata krama yang berarti anggota (masyarakat desa) dan pakraman (desa pakraman) yang menunjukkan wilayah. Kata "desa" berasal dari Bahasa Sansekerta, dis, artinya petunjuk kerohanian. Dari kata ini timbul istilah upadesa artinya sekitar petunjuk-petunjuk rohani. Hita upadesa artinya petunjuk untuk mendapatkan kebahagiaan rohani. Desa sebenarnya berarti petunjuk-petunjuk hidup kerohanian yang berlaku dalam suatu grama. Kata grama lama-lama menjadi krama yakni masyarakat yang mendiami desa pakraman. Jadi, desa pakraman adalah suatu penguyuban hidup dalam suatu wilayah tertentu dimana kehidupan bersama itu diatur oleh suatu batasan-batasan berdasarkan ajaran Agama Hindu. Yang disebut desa adat dewasa ini sesungguhnya adalah desa pakraman.
Dalam Perda Daerah Provinsi Bali Nomor 3 Tahun 2003 Tentang Perubahan Peraturan Daerah Provinsi Bali Nomor 3 Tahun 2001 Tentang Desa Pakraman dan Lembaga Adat dijelaskan pada pasal 1 butir 4 bahwa yang dimaksud dengan desa pakraman adalah :
Desa pakraman sebagai Desa dresta adalah kesatuan masyarakat hukum adat di Provinsi Bali yang mempunyai satu kesatuan tradisi dan tata krama pergaulan hidup masyarakat umat Hindu secara turun-temurun dalam ikatan kahyangan tiga atau kahyangan desa yang mempunyai wilayah tertentu dan harta kekayaan sendiri serta berhak mengurus rumah tangganya sendiri.
Desa pakraman merupakan wadah bagi pengembangan dan pengamalan ajaran-ajaran Agama Hindu, yang umumnya diwujudkan dalam pelaksanaan adat. Desa pakraman berdiri sendiri sebagai sebuah lembaga adat yang menjalankan tugas sebagai pengemban pelestarian kebudayaan, nilai-nilai budaya masyarakat yang bersangkutan, terutama nilai-nilai etika, moral, dan adab yang merupakan inti dari adat istiadat.